Makalah
Sistem Informasi Manajemen
E-Procurement
Disusun
Oleh:
Dwi Syapa’ati Utami (1306476335)
Heny Rachmawati (1306476146)
Ines Stephanie (1306476051)
Moudy Letifa Azizah (1306475742)
Program Vokasi
Administrasi Perkantoran dan Sekretari
Universitas Indonesia
Depok 2015
Daftar Isi
Cover
Daftar Isi 2
Bab 1 |
Pendahuluan
1.
Latar Belakang 4
1.1 Tujuan
& Manfaat 5
1.1.1 Manfaat E-Procurement 5
1.1.2 Tujuan E-Procurement 6
1.2 Ruang
Lingkup 8
Bab 2 |
Pembahasan
2.
Pengertian E-Procurement 10
2.1 The
Procurement Role 11
2.1.1 Definisi Supply Chain Management
(SCM) 11
2.1.2 Proses E-Procurement 12
2.1.3 Pengadaan Langsung dan Pengadaan
Tidak Langsung 13
2.2 Sarana E-Procurement (E-Procurement Tools) 14
2.2.1
E-MRO 15
2.2.2
Web Based ERP 15
2.2.3
E-Sourching 15
2.2.4
E-Tendering 15
2.2.5
E-Reverse Auctionting 15
2.2.6
E-Informing 16
2.3 Sistem E-Procurement
(E-Procurement Systems) 16
2.3.1
Supplier-centric E-Procurement System 16
2.3.2
Neutral E-Marketplaces 17
2.3.3
End to End Electronic Document 17
2.3.4
Buyer-centric E-Procurement System 18
2.4 Prinsip-Prinsip E-Procurement 18
2.5 Proses
E-Procurement 20
2.6
Cakupan Sistem E-Procurement 21
2.7 Dasar
Hukum dan Peraturan Terkait Sistem E-Procurement 23
2.8
Arsitektur Sistem E-Procurement 25
Bab 3 |
Penutup
3.
Kesimpulan 27
Daftar
Pustaka 28
Lampiran 29
Bab
1 | Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini sangat bertumbuh pesat, hal tersebut dimanfaatkan oleh
pemerintah maupun pihak swasta dalam mempermudah persediaan barang/jasa yang
diperlukan. Serta keinginan berinovasi meningkatkan kinerja dengan memanfaatkan
internet dalam mendukung proses bisnis. Pentingnya penggunaan internet sebagai
kesempatan untuk mengubah pola bisnis yang konvensional ke bisnis elektronik (e-business) agar lebih efektif dan
efisien, salah satu contoh penerapan e-business
adalah dengan adanya e-procurement,
yang mampu mengatasi masalah pengadaan material dan mempermudah hubungan dengan
supplier.
Pemerintah telah memberikan
perhatian serius terkait dengan proses
pengadaan barang/jasa pemerintah yang ditandai dengan dikeluarkannya Kepres No.
80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dengan adanya Kepres tersebut membuat proses pengadaan barang/jasa menjadi
lebih efektif, efisien, terbuka, bersaing, transparan, adil dan akuntabel.
Selama ini pengadaan pemerintah yang dilakukan secara konvensional, memiliki
banyak kelemahan seperti kurangnya transparansi, karena tidak memberi informasi
menyeluruh pemasok potensial kepada unit pengadaan. Pengadaan konvensional juga
tidak menyediakan mekanisme pengawasan kepada khalayak umum. Akibatnya
persaingan menjadi terbatas, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
melemah. Ruang lingkup kompetisi yang terbatas dan prosedur pengawasan yang
lebih ketat membuat proses pengadaan menjadi kurang efisien, yang akhirnya
membuat waktu pengiriman (delivery time)
menjadi lebih lama dan biaya menjadi lebih mahal, baik bagi pemerintah maupun
bagi pemasok. Kekurangan dari sisi efisiensi dan transparansi, membuat
pengadaan pemerintah kurang berfungsi sebagai perangkat untuk memajukan
pembangunan, mengingat operasi pengadaan yang ada mengurangi efektivitas
program dan proyek pemerintah serta kurang berkontribusi terhadap produktivitas
dan pertumbuhan yang seimbang.
Padahal pengadaan barang atau jasa
pemerintah merupakan salah satu dari 3 komponen utama sistem pendukung
manajemen pembangunan nasional sebagaimana dinyatakan pada Bab XI RPJMN
2010-2014. Untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran RPJMN tersebut, untuk
bidang perencanaan pembangunan, data dan statistik, serta kebijakan pengadaan
barang dan jasa publik diarahkan untuk mewujudkan :
a. Rencana Pembangunan Nasional (RPJMN
dan RKP) yang berkualitas.
b. Data dan informasi statistik yang
lengkap, akurat, dan tepat waktu di seluruh bidang pembangunan serta
meningkatnya pelayanan bagi pengguna data statistik.
c. Proses pengadaan barang dan jasa
publik di lingkungan instansi pemerintah secara transparan, akuntabel, adil dan
efisien, serta menurunnya praktik penyimpangan atau KKN.
Aplikasi e-procurement atau disebut Sistem Pengadaan Secara Elektronik
(SPSE) telah diimplementasikan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) pada 394 LPSE di 225 instansi di seluruh Indonesia.
Penyelenggaraan e-procurement di
Indonesia didukung oleh adanya kebijakan penerapan e-procurement dalam PP No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan terbitnya UU ITE No. 11 Tahun 2008 menguatkan peran
teknologi informasi dan komunikais dalam pelayanan publik. Teknologi juga
diharapkan dapat menghadirkan berbagai inovasi untuk meningkatkan kualitas
pemerintah dalam melayani masyarakat umum, masyarakat bisnis, dan juga sesama
lembaga pemerintah. Pengadaan secara elektronik (e-procurement) bagi pemerintah diharapkan tidak hanya meningkatkan
transparansi, tetapi juga memberikan efisiensi yaitu dalam hal harga yang lebih
rendah, biaya transaksi yang lebih
murah, layanan publik yang lebih baik, dan siklus pengadaan yang lebih pendek.
1.1
Tujuan & Manfaat
1.1.1
Manfaat E-Procurement
Internet telah muncul sebagai media
yang efektif dari segi biaya dan dapat diandalkan untuk melakukan transaksi
bisnis online. Semakin banyak perusahaan yang mengadopsi media ini dalam
melakukan pengadaan barang mereka. Menurut Seth Miller dalam artikelnya
keuntungan utama e-procurement
meliputi menghemat uang, waktu, dan beban kerja tambahan yang normalnya
berhubungan dengan pekerjaan tulis-menulis. Proses pengadaan konvensional
biasanya melibatkan banyak pemrosesan kertas-kertas, yang mana menghabiskan
sejumlah besar waktu dan uang.
Keuntungan e-procurement tidak hanya meliputi penghematan uang tetapi juga
penyederhanaan keseluruhan proses. Rencana-rencana yang optimal dapat
dikomunikasikan dengan cepat kepada pemasok-pemasok, oleh karena itu dapat
mengurangi biaya dan pemborosan yang biasanya terdapat dalam supply chain. Keuntungan e-procurement meliputi pengurangan biaya
overhead seperti pembelian agen, juga
peningkatan kendali inventori, dan keseluruhan peningkatan siklus manufaktur.
Sistem e-procurement membantu
perusahaan-perusahaan mengkonsolidasikan data tentang pengadaan bermacam-macam
barang baik secara langsung maupun tidak langsung.
Suatu sistem pengadaan (termasuk e-procurement) sebaiknya diintegrasikan
dengan aplikasi ERP (Enterprise Resource
Planning) atau sistem pengolahan permintaan barang yang digunakan..
Integrasi antara sistem pembelian dan keuangan juga dipandang sebagai kendala
yang paling penting untuk pemilihan sistem. Ini juga berdampak langsung pada
tingkat penghematan proses dan sifat dari diterapkannya sistem.
1.1.2 Tujuan E-Procurement
Tujuan yang dicapai oleh Pemerintah
dengan mengimplementasikan program E-Procurement :
a. Meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengadaan barang/jasa pemerintah.
b. Meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengadaan barang/jasa pemerintah
c. Memudahkan sourcing dalam memperoleh data dan informasi tentang barang/jasa
dan penyedia barang/jasa.
d. Menjamin proses pengadaan
barang/jasa pemerintah berjalan lebih cepat dan akurat
e. Menjamin persamaan kesempatan, akses
dan hak yang sama bagi para pihak pelaku pengadaan barang/jasa.
f. Menciptakan situasi yang kondusif
agar terjadi persaingan yang sehat antar penyedia barang/jasa.
g. Menciptakan situasi yang
kondusif bagi aparatur pemerintah dan
menjamin terselenggaranya komunikasi online untuk mengurangi intensitas
pertemuan langsung antara penyedia barang/jasa dengan panitia pengadaan dalam
mendukung pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Sedangkan manfaat yang diharapkan
dapat diperoleh dari pelaksanaan E-Procurement
adalah sebagai berikut :
a. Meminimalisasi faktor kesalahpahaman
yang terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa.
b. Meminimalisasi kecurigaan masyarakat
terhadap proses pengadaan barang/jasa.
c. Membantu proses pengendalian
administrasi proyek terutama pada proses pengadaan barang/jasa.
d. Memudahkan bagi peserta lelang untuk
mengikuti semua tahapan lelang sesuai regulasi yang ada dengan pemanfaatan
teknologi informasi (internet).
e. Memberi keadilan bagi seluruh
peserta lelang baik peserta dari penyedia barang/jasa dengan kualifikasi kecil
atau non kecil.
James
E. deMin dari Infonet Service Corp. menyatakan bahwa tujuan dari e-procurement adalah sebagai berikut :
a.
Untuk memperbaiki tingkat layanan kepada
para pembeli, pemasok, dan pengguna.
b.
Untuk mengembangkan sebuah pendekatan
pengadaan yang lebih terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan tersebut.
c.
Untuk meminimalkan biaya-biaya transaksi
terkait pengadaan melalui standarisasi, pengecilan, dan otomatisasi proses
pengadaan di dalam dan di mana yang sesuai dengan agensi-agensi dan
sektor-sektor.
d.
Untuk mendorong kompetisi antar pemasok
sekaligus memelihara sumber pasokan yang dapat diandalkan.
e.
Untuk mengoptimalkan tingkatan-tingkatan
inventori melalui penerapan praktek pengadaan yang efisien.
f.
Untuk mengefektifkan penggunaan sumber
daya manusia dalam proses pengadaan.
g.
Untuk mengurangi pengeluaran putus
kontrak dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan kewaspadaan pengguna
terhadap fasilitas-fasilitas kontrak yang ada dan membuatnya lebih mudah untuk
menentangnya.
h.
Untuk meningkatkan kemampuan membeli
dengan menggunakan teknologi untuk mendukung identifikasi peluang untuk penyatuan
dan dengan memfasilitasi penyatuan persyaratan pengguna di dalam dan melalui
garis-garis bisnis.
i.
Mengurangi biaya-biaya transaksi dengan
menggunakan teknologi untuk mengotomatisasikan proses-proses, yang mana masih
tercetak (paper-based), dan untuk
mengecilkan, dan menstandarisasi proses-proses dan dokumentasi.
1.2 Ruang Lingkup
Sistem pengadaan barang/jasa
pemerintah termasuk salah satu kegiatan yang memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, melalui sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
secara elektronik (e-procurement).
Sistem ini memungkinkan para penyedia jasa untuk mendapatkan data dan informasi
secara cepat dan akurat tentang keberadaan proyek-proyek pemerintah, Serta akan
terkoneksi (online) dengan para
panitia pengadaan saat mengikuti proses lelang. Sebuah terobosan menuju
efisiensi, efektivitas, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak
diskriminatif, serta akuntabel, sebagaimana yang dituntut oleh Keppres Nomor 80
Tahun 2003 dan perubahan-perubahannya. Bagi para pengusaha bisnis jasa
pelaksana konstruksi sendiri, e-Procurement
akan mengiringi perusahaan menjadi lebih mandiri dan profesional. Di samping
itu, sistem e-procurement diharapkan
akan mempercepat arus transfer data dan memperluas jaringan informasi elektronis
ke seluruh wilayah Indonesia.
Pengadaan barang/jasa secara
elektronik atau e-Procurement adalah
sistem pengadaan barang/jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara
elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Sistem
aplikasi serta layanan pengadaan elektronik disediakan oleh LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik) Nasional yang bertindak sebagai koordinator. Ruang
lingkup e-Procurement meliputi
e-Lelang Umum (e-Regular Tendering),
e-Lelang Penerimaan (e-Reverse Tender),
e-Pembelian (e-Purchasing),
e-Penawaran Berulang (e-Reverse Auction)
dan e-Seleksi (e-Selection). Metode
pemilihan penyediaan barang/jasa secara elektronik yang sudah digunakan saat
ini adalah e-Lelang Umum. Metode pemilihan lainnya akan diterapkan secara
bertahap sesuai dengan pengembangan sistem dan aplikasi pengadaan secara
elektronik serta kerangka hukum yang memayunginya.
E-Lelang Umum adalah pelelangan umum
yang dilaksanakan untuk mendapatkan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan penyediaan jasa dengan harga penawaran terendah tanpa mengabaikan
kualitas dan sasaran yang telah ditetapkan. Salah satu unsur penting dalam e-procurement adalah lintas pertukaran
dokumen. Karena sifatnya adalah data elektronik, maka lintas data tentu saja
mempergunakan media elektronik berbasis web/internet. Untuk menjamin keamanan
dokumen penawaran yang dikirim oleh peserta pengadaan, telah dipersiapkan
aplikasi pengaman dokumen (Apendo) yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan
dekripsi dokumen.
Bab
2 | Pembahasan
2.
Pengertian E-procurement
E-procurement merupakan sistem pengadaan barang
atau jasa dengan menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan
komputer. E-procurement diterapkan
dalam proses pembelian dan penjualan secara online supaya lebih efisien dan
efektif. E-procurement mengurangi
proses-proses yang tidak diperlukan dalam sebuah proses bisnis. Dalam
prakteknya, e-procurement mengurangi
penggunaan kertas, menghemat waktu dan mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam
prosesnya. Menurut Kalakota et al (2001), procurement
adalah semua aktivitas yang melibatkan aktivitas mendapatkan barang meliputi
pembelian, juga kegiatan logistic ke dalam seperti, transportasi barang masuk
dan penyimpanan di gudang sebelum barang tersebut digunakan. Procurement atau pengadaan barang tidak
hanya terbatas pada aktivitas purchasing
atau pembelian yang selama ini dipandang oleh sebagian banyak orang. Kalakota
menyebutkan e-procurement merupakan
proses pengadaan barang atau lelang dengan memanfaatkan teknologi informasi
dalam bentuk website. Sedangkan Chaffey (2007) e-procurement adalah merupakan integrasi dan manajemen elektronik
terhadap semua aktivitas pengadaan termasuk permintaan pembelian, pemberin hak,
pemesanan, pengantaran dan pembayaran antara pembeli dengan pemasok. Menurut
Neef Dale (2001), e-procurement
adalah aplilasi sistem informasi untuk mengkoordinaikan proses pembelian
pengiriman, pengelolaan inventory, pemilihan supplier, dan proses persetujuan
dari bisnis penting dengan organisasi yang berkaitan dengan memanfaatkan
internet atau intranet. e-Procurement
menjadi alat bantu efektif untuk mengurangi korupsi. Kalakota menggambarkan
Manajemen e-procurement melalui diagram sebagai berikut :
Situs web e-procurement mengijinkan penggunaan yang memenuhi syarat dan telah
mendaftar untuk menjadi pembeli atau penjual barang atau jasa. Bergantung pada
pendekatan, pembeli atau penjual dapat menentukan harga tau mengajukan penawaran.
Saat pelanggan menajukan penawaran, pelanggan dapat mengkualifikasikan jumlah
diskon atau penawaran khusus yang ditawarkan. e-Procurement diharapkan dapat terintegrasi dengan trend komputer
mendatang, yaitu manajemen rantai pasokan (Supply
Chain Management)
2.1
The Procurement Role
Dalam pembahasaan kali ini,
Procurement disajikan sebagai suatu proses Supply
Chain Management (SCM).
2.1.1 Definisi Supply Chain Management
(SCM)
Dalam supply chain management, bahan
atau produk mengalir dari hulu ke hilir, sementara informasi mengalir di kedua
arah (Gambar). Proses pengelolaan sistem pasokan inilah yang disebut sebagai
manajemen rantai pasokan (Supply Chain
Management).
Menurut Council of Supply Chain
Management Professionals (CSCMP, 2008), SCM meliputi perencanaan dan
pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan (Procurement), konversi (conversion), dan semua kegiatan
manajemen logistik. Hal ini juga mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan
mitra saluran, seperti pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan
pelanggan.
2.1.2
Proses E-Procurement
Proses pembelian generik dapat
dilihat pada gambar. Biasanya melibatkan seluruh atau sebagian dari kegiatan
yang disajikan. Dalam permintaan fitur teknis pasokan, kuantitas dan pengiriman
kondisi ditentukan. Perusahaan selanjutnya mencari pemasok paling memadai.
Pemilihan pemasok didasarkan pada kualitas dan harga dari tawaran yang diterima
dan akhirnya pemasok yang dipilih mempersiapkan dan memberikan barang / jasa
dan mengirimkan faktur.
Pengadaan (procurement) lebih dari sekedar membeli (purchasing). Gerson (1999) mendefinisikan pengadaan (procurement) sebagai "seluruh
proses akuisisi dari pihak ketiga dan mencakup barang, jasa dan proyek
konstruksi. Proses ini mencakup seluruh siklus hidup dari konsep awal dan
definisi kebutuhan bisnis hingga akhir masa manfaat aset atau akhir kontrak
layanan. Dengan demikian, Gershon memberikan definisi lengkap tentang Pengadaan
(procurement). Namun, dia tidak
menyebut apa-apa tentang pentingnya strategis fungsi pengadaan (procurement).
Pengadaan (procurement) telah menjadi sumber strategis bagi perusahaan untuk
bersaing, karena sebagian besar perusahaan menghabiskan antara 50 sampai 80
persen dari penjualan atas barang dan jasa (Cammish, Keough, 1991). Perusahaan
perlu strategi dalam memperoleh bahan/produk dan jasa yang akan meningkatkan
kemampuan mereka untuk mencapai tingkat kualitas yang tinggi, pengiriman cepat
dan penghematan biaya untuk melebihi kebutuhan pelanggan (Carr, Pearson, 1999).
Dengan demikian, pengadaan (procurement)
mencakup semua siklus pembelian produk atau layanan dan memainkan peran
strategis, baik dengan dampak keuangan yang tinggi atau dengan pelayanan
sebagai masukan/pemasok untuk semua produksi perusahaan.
2.1.3
Pengadaan Langsung dan Pengadaan Tidak Langsung (Direct and Indirect
Procurement)
Minahan dan Degan (2001) membagi
pengadaan (procurement) ke dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Pengadaan tidak langsung: Termasuk
pengadaan barang dan jasa seperti perlengkapan kantor, percetakan, periklanan
dan tenaga kerja kasual non-produksi.
b. Pengadaan langsung: Termasuk
pengadaan bahan baku, bagian dan rakitan.
c. Sourcing: Identifikasi, evaluasi, negosiasi
produk dan pasokan untuk kedua rantai pasokan (pengadaan langsung dan tidak
langsung)
Pengadaan langsung dianggap penting
untuk memiliki kinerja yang baik dan memiliki hubungan dekat dengan pemasok.
Harga dalam pengadaan langsung dan menjaga hubungan jangka panjang dengan
pemasok adalah faktor yang paling penting untuk dipikirkan. Selain itu, proses
pembelian lebih sulit dikontrol, karena tingginya tingkat "maverick" pembelian (pembelian dilakukan dari karyawan
tunggal tanpa menggunakan perusahaan resmi bidang pemasokan), yang rata-rata
dapat mencapai hingga 40% dari total pasokan tidak langsung (Poole , DURIEUX,
1999). Fenomena ini dapat mengurangi dan menunda kemungkinan bagi perusahaan
untuk mengeksploitasi ekonomi pembelian yang biasanya diperoleh untuk pengadaan
barang langsung.
Dedrick (2008) menganalisis
penggunaan e-Procurement dengan jenis
barang yang dibeli dan jumlah pemasok dalam rantai pasokan. Menurut Dedrick
(2008) penggunaan e-Procurement
dikaitkan dengan pembelian dari banyak pemasok untuk barang kustom sedangkan
dari sedikit pemasok untuk barang komoditas.
Peran pengadaan dan penggunaan
sistem informasi yang besar untuk melakukan e-Procurement
dianalisis oleh Hawking et al. (2004) dan disajikan dengan hasil survey dari 38
organisasi besar di Australia. Hasil utama menunjukkan bahwa pengadaan langsung
sangat tergantung pada praktek-praktek tradisional sementara pengadaan langsung
lebih cenderung menggunakan "e" praktek.
2.2
Sarana E-Procurement (E-Procurement Tools)
E-Procurement dipandang sebagai solusi dari ujung
ke ujung yang terintegrasi dan memiliki banyak arus proses pengadaan horizontal
dalam organisasi. Siklus kerja e-Procurement
dapat dilihat pada gambar.
Solusi dari ujung ke ujung menawarkan
fungsionalitas yang kuat dan kaya. Namun, industri dan analisis akademis
menunjukkan bahwa model ideal ini jarang dicapai dan implementasi e-Procurement
umumnya melibatkan campuran alat yang berbeda (Vaidya et al., 2006). Boer et
al. (2002) mengidentifikasi dan menggambarkan enam bentuk e-Procurement yang terkait dengan siklus hidup mereka, yaitu:
2.2.1
E-MRO
Electronic Maintenance Repair and
Operations (e-MRO) fokus pada proses menciptakan dan menyetujui permintaan
resmi dalam membeli, menempatkan pesanan dan menerima barang atau jasa,
memerintahkan untuk menggunakan sistem perangkat lunak berbasis pada teknologi
internet. Lebih jauh, sistem perangkat lunak untuk e-MRO umumnya tersedia bagi
semua karyawan dalam menempatkan permintaan pembelian.
2.2.2
Web Based ERP
Mirip dengan e-MRO. Perbedaan antara
keduanya adalah e-MRO berhubungan dengan MRO item, sedangkan web based ERP
berhubungan dengan item produk terkait.
2.2.3
E-Sourcing
E-sourcing adalah proses mencari
pemasok baru dengan menggunakan internet atau lebih spesifik. Mengidentifikasi
sumber-sumber baru pasokan dan meningkatkan kekuatan kompetitif selama proses
tender. Berlangsung pada saat proses pengadaan.
2.2.4
E-Tendering
E-tender adalah proses pengiriman
Permintaan untuk pertukaran (Request for exchange) kepada pemasok dan menerima
tanggapan menggunakan Internet. Kadang-kadang analisis dan perbandingan respon
juga didukung oleh solusi (Boer et al., 2002). Data mengenai e-tender
difokuskan pada produk atau jasa.
2.2.5
E-Reverse Auctioning
E- Reverse auctioning memungkinkan
perusahaan untuk membeli barang dan jasa dari pemasok yang memiliki harga
terendah atau kombinasi harga termurah maupun kondisi lain melalui internet.
Lelang paling sering diperdagangkan secara real-time dan berakhir pada upaya
penutupan antara pembeli dan pemasok. Berlangsung di tahap negosiasi dalam
proses pengadaan.
2.2.6
E-Informing
E-Informing adalah bagian dari
e-Procurement yang tidak melibatkan transaksi atau hubungan off. E-Informing
sulit untuk disambungkan ke satu fase tunggal dalam proses pengadaan. Hal ini
dapat terjadi di mana saja dalam proses pengadaan.
2.3
Sistem E-Procurement (E-Procurement Systems)
Kim dan Shunky (2004)
mempertimbangkan sistem e-Procurement sebagai sistem internet perdagangan, yang
terletak di pemasok, pihak ketiga atau pembeli, dengan kategorisasi berikut:
2.3.1
Supplier-centric E-Procurement Systems
Penjual membuat situs internet mereka
sendiri yang memungkinkan sejumlah pembeli untuk mencari dan membeli produk
secara online dan secara real-time. Tanggung jawab untuk menciptakan dan
memelihara katalog elektronik terletak pada penjual. Dalam banyak hal, model
ini adalah metode untuk menjual daripada membeli, kecuali jika pasar memberikan
kesempatan signifikan bagi pembeli untuk membeli barang secara online dari
seluruh dunia (Neef, 2001).
2.3.2
Neutral e-Marketplaces
Neutral e-Marketplaces memungkinkan
kolaborasi dan berbagi data di dalam atau di industri. Organisasi memberikan
kriteria yang menarik dalam membeli dan menjual dengan alasan yang berbeda.
Untuk pembeli organisasi menyediakan permintaan agregasi, memungkinkan
perbandingan pemasok dengan cepat dan mudah, dan memungkinkan pelaporan
kegiatan, sumber strategis, dan sebagainya. Di sisi menjual, organisasi
menyediakan penerbangan murah pengantar pelanggan, manajemen kapasitas yang
lebih baik dan manajemen persediaan yang efisien melalui permintaan agregasi.
Organisasi juga menyediakan analisis yang membantu pemasok untuk lebih
memposisikan produk di pasaran (Rajkumar, 2001).
2.3.3
End to end Electronic Document (message exchange systems)
Pada tahap awal dari e-commerce dari
pertengahan 1990-an, perusahaan terkemuka yang didirikan koneksi extranet
dengan pemasok dan pelanggan mereka. Banyak perusahaan yang benar-benar
menjalankan lebih dari satu extranet dan menggunakan portal perusahaan, yang
menggabungkan extranet sehingga memberikan satu titik masuk terintegrasi untuk interaksi
antara perusahaan besar dan mitra kerja, memberikan beberapa layanan seperti
pembelian, penjualan atau menginformasikan (Rosson, 2000).
Sistem pertukaran dokumen elektronik
atau pesan yang ditetapkan untuk pemesanan barang langsung dan tidak langsung
di bawah pengaturan kontrak yang dinegosiasikan. Sistem-sistem juga telah
disiapkan untuk fax, e-mail, dan surat tradisional untuk mengirimkan pesanan
pembelian, faktur dan pembayaran serta untuk permintaan untuk kutipan, proposal
atau informasi pertukaran untuk negosiasi bilateral langsung atau penawaran
dengan pemasok dalam lingkungan end-to-end aman yang ditetapkan sebelumnya.
2.4.4
Buyer-centric e-Procurement systems
Dalam sistem Buyer-centric
e-Procurement systems, pembeli mempertahankan katalog dan database pemasok
beberapa barang dan jasa, dan bertanggung jawab untuk mengintegrasikan semua
transaksi dalam pembelian dan sistem keuangan perusahaan.
2.4
Prinsip-prinsip E-procurement
a. At
the right place.
E-procurement memastikan bahwa
barang dikirim ke tempat yang benar. Hal ini meningkatkan efektifitas karena
barang akan sampai ke tempat yang benar dengan tingkat keakuratan 100% karena
jalur pengiriman sudah diatur oleh sistem.
b. Delivered
at the right time.
E-procurement memastikan bahwa
setiap barang dikirim tepat waktu. Hal ini juga meningkatkan efektifitas
perusahaan dalam proses bisnisnya karena perusahaan bisa mendapatkan
material-material yang dibutuhkan tepat waktu.
E-procurement memastikan bahwa setiap
barang dikirim tepat waktu. Hal ini juga meningkatkan efektifitas perusahaan
dalam proses bisnisnya karena perusahaan bisa mendapatkan material-material
yang dibutuhkan tepat waktu.
c. Are
of the right quality.
E-procurement memastikan bahwa
kualitas barang yang sampai di tangan perusahaan benar-benar sama dengan yang
dipesan. Hal ini meningkatkan efisiensi perusahaan karena kualitas barang yang
terjamin sehingga berpotensi mengurangi kemungkinan terjadi defect.
d. Of
the right quantity.
E-procurement memastikan bahwa
barang yang dipesan sampai dengan jumlah yang tepat. Hal ini memastikan bahwa
tidak ada kehilangan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Perusahaan juga
tidak perlu mengecek jumlah barang lagi karena akan memakan waktu yang panjang
dan terbuang sia-sia.
e. From
the right source.
E-procurement memastikan bahwa
barang yang dipesan berasal dari sumber yang benar. Hal ini sangatlah berguna
untuk menghilangkan pemalsuan terhadap barang yang dipesan, sehingga mendukung
efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam proses bisnisnya
2.5
Proses E-Procurement
e-Procurement
process menurut
Tuban (2008) dibagi menjadi 2 proses, yaitu pre-purchase
dan after purchase activities dengan
aktivitas yang berbeda. Dalam pre-purchase
activities terdapat 5 sub aktivitas, yaitu:
a. Search
vendor and products
: pecarian vendor dan produk oleh perusahaan, aktivitas pencarian ini bisa di
dapat melalui e-catalogs, brosur,
atau melalui telepon.
b. Qualify
vendors : memilih
vendor mana yang kira-kira dapat diajak bekerjasama dengan melakukan research
keungan, stabilitas dari vendor tersebut.
c. Select
a market mechanism
: kemudian perusahaan memilih mekanisme pasar yang akan mereka sepakati, dapat
menggunakan sistem tender.
d. Compare
and negotiate
: kemudian perusahaan melakukan negosiasi dan membandingkan harga, kualitas
dari produk yang dimiliki vendor.
e. Make
a purchase :
kemudian perusahaan akan melakukan pembelian terhadap produk atau tender yang
telah dinegosiasikan harganya.
Sedangkan dalam after purchase activities terdaapat 3 sub aktivitas, yaitu :
a. Initiate
a purchase order (PO)
: melakukan order pembelian dengan
mengisi electronic for, atau for berupa kertas.
b. Arrange
a pick – up or receive (shipment) : kemudian diakukan pengantaran pesanan oleh vendor
tersebut.
c. Make
payment :
perusahaan melakukan pembayaran terhadap vendor, dengan mentransfer sejumlah
uang sesuai dengan total harga pembelian.
Tuban menggambarkan e-procurement
proses seperti berikut :
2.6
Cakupan Sistem e-Procurement
Menurut electronic procurement within the public secor or government (e-GP)
yang didukung oleh The World Bank, The
Inter-American Development Bank dan The
Asian Development Bank, pengadan barang itu mulai dari mengidentifikasi
kebutuhan, kemudian melakukan proses pemilihan rekanan (dengan pilihan
tendering atau purchasing), melaksanakan kontrak, serah terima barang/jasa
hingga sampai masa jaminan barang/jasa selesai. Digambarkan sebagai berikut :
Pada pemerintahan, direktorat e-procurement dalam melaksanakan
tugasnnya melaksanakan fungsi :
a. Pengembangan sistem dan strategi
pengembangan e-procurement
b. Penyusunan pedoman, standar dan
manual e-procurement
c. Pengelolaan layanan pengadaan secara
elektronik (LPSE) NASIONAL
d. Pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi pengembangan sistem, pelaksanaan dan penyusunan pedoman, standar
dan manual sistem e-procurement serta
pembinaan unit layanan.
e. Pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi pengembangan sistem, pelaksanaan dan penyusunan pedoman, standar
dan manual sistem e-procuement serta pembinaan unit layanan.
f. Pelaksanaan sosialisasi, pemantauan,
dan penilaian kinerja pelaksanaan pedoman, standar dan manual e-procurement.
Cakupan e-procurement terhadap
interaksi bisnis pengadaan nasional :
Tujuan sistem e-procurement
a. Mewujudkan pengadaan nasional yang
kredibel dan menyejahterakan bangsa
b. Melakukan otomatisasi dan
transformasi di bidang pengadaan barang dan jasa
2.7
Dasar Hukum dan Peraturan Terkait Sistem e-Procurement
a. Instruksi Presiden No.3 tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Pada angka
15 strategi 3 – memanfaatkan teknolgi informasi secara optimal. Disebutkan
bahwa “Pengembangan aplikasi dasar seperti e-billing, e-procurement,
e-reporting yang dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah untuk menjamin
keandalan, kerahasiaan, keamanan, dan interoperabilitas transaksi informasi dan
pelayanan publik.
b. Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014. Dalam rangka
meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan barang dan jasa ini perlu
dilakukan beberapa upaya, seperti (i) mendorong penyusunan rencana pengadaan
barang/jasa melalui aplikasi yang terintegrasi dengan pengusuluan anggaran,
(ii) pemantauan terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa agar sesuai dengan
rencana, serta (iii) mendorong pelaksanaan e-procurement di seluruh instansi
pemerintah pusat dan daerah. Jika ketiga hal ini dilakukan, diharapkan dapat
terwujud efisiensi dan efektivitas anggaran negara dalam pengadaan barang/jasa.
c. Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010
tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur Ketentuan umum Pengadaan
Secara elektronik pada pasal 10,107, dan 108.
d. UU No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 5 disebutkan bahwa Informasi
Elektronik dan atau Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan ala
bukti hukum yang sah; informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau
hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum
Acara yang berlaku di Indonesia. Pada pasal 11 disebutkan bahwa “tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah”.
e. UU No. 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Muatan/substansi yang mendukung sesuai bunyo
pasal 2 ayat 11, yaitu setiap informasi
publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi
publik.
f. UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Kehadiran undang-undang tersebut semakin menegaskan pentingnya
menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas. Oleh karena itu, teknologi
informasi dapat berperan meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparan, dan
akuntabilitas penyelenggaraan publik.
2.8
Arsitektur Sistem e-Procurement
Bagan diatas merupakan sistem e-procurement yang dikelola oleh LKPP
dan beberapa informasi tidak dibagikan kepada instansi lain. Sedangkan data
yang dikelola oleh masing-masing instansi perlu dibagikan ke instansi lain dan
LKPP.
Portal INAPROC menjadi delivery channel pengadaan barang/jasa
pemerintah dan gerbang utama bagi para pihak yang ingin mengakses informasi
terkait pengadaan atau terlibat dalam proses pengadaan itu sendiri. Arsitektur
aplikasi LKPP ke depan berbasiS SOA (Service
Oriented Architecture) yang nantinya akan memudahkan dalam
interoperabilitas antar sistem, bahkan antar modul, seperti pertukaran layanan
atau service dan data. Hal ini untuk memudahkan pengelolaan dan menjaga kinerja
sistem.
Bab
3 | Penutup
3.
Kesimpulan
E-procurement
atau disebut juga sebagai Sistem
Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) merupakan sistem pengadaan barang atau jasa
dengan menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan komputer.
Dengan adanya e-procurement, proses
pengadaan barang/jasa menjadi lebih efektif, terbuka, bersaing, adil akuntabel,
meningkatkan transparansi, juga memberikan efisiensi yaitu dalam hal harga yang
lebih rendah, biaya transaksi yang lebih
murah, layanan publik yang lebih baik, dan siklus pengadaan yang lebih pendek.
E-procurement
mengurangi proses-proses yang tidak diperlukan dalam sebuah proses bisnis.
Dalam prakteknya, e-procurement
mengurangi penggunaan kertas, menghemat waktu dan mengurangi penggunaan tenaga
kerja dalam prosesnya. Memang dibutuhkan investasi untuk menjalankan e-procurement. Namun akan memberikan
profit pada perusahaan jika diaplikasikan dengan benar dan menjalankan
prinsip-prinsip e-procurement.
Daftar
Pustaka
LAMPIRAN
E-Procurement sebagai Dukungan Good
Corporate Goverment
Sebagai BUMN yang wajib menerapkan
prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau dikenal dengan tata kelola
Perusahaan yang baik dalam aspek bisnis dan pengelolaan perusahaan pada semua
jajaran perusahaan, PLN menyusun tatakelola Teknologi Informasi dalam lingkup
bisnis dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Dukungan Teknologi Informasi
dapat meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam memberikan kontribusi bagi
penciptaan nilai tambah, serta mencapai efektifitas dan efisiensi. Aspek kunci
dari prinsip GCG meliputi adil, responsibilitas, transparansi, independensi,
akuntabilitas, keselarasan dan kewajaran serta tanggung jawab untuk mencapai
tujuan perusahaan.
Dengan Panduan Kebijakan Tata Kelola
Teknologi Informasi BUMN (IT Governanve), seluruh BUMN diminta untuk
melaksanakan GCG pada setiap aspek bisnis dan juga pengelolaan perusahaan pada
semua jajarannya.
Hal ini dapat mencerminkan dengan
sangat baik suatu proses pengambilan keputusan juga leadership dalam
penyelenggaran tata kelola Teknologi Informasi.
E-Procurement PLN (eProc) sebagai
salah satu aplikasi yang merupakan implementasi dari IT Governance yang
mendukung GCG. Terwujudnya aplikasi tersebut merupakan hasil kebijakan
Manajemen PT. PLN (Persero) tahun 2000 terkait dengan Informasi Stok Material
PLN, Penyusunan HPS, dan Monitoring Pergerakan Material. Sedangkan hasil Amanat
RUPS tahun 2003 menetapkan agar PLN mengoptimalkan eProc yang sudah
dikembangkan untuk tercapainya harga pembelian yang optimal dan tercapainya
inventoru PLN yang efisien. Proses pengadaan secara manual dapat mengakibatkan
sulitnya informasi mengenai harga satuan khusus di internal PLN, perlakuan yang
tidak sama kepada Calon Penyedia Barang/Jasa (CPBJ), dan lemahnya pertanggung
jawaban terhadap proses pegadaan sehingga mengakibatkan resiko di kemudian
hari.
Terkait tidak adanya informasi stok
barang di gudang, mengakibatkan sulitnya mencapai sasaran stok optimal.
Aplikasi eProc mampu membawa manfaat bagi Perusahaan yakni adanya standardisasi
proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih
baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di internal PLN, serta
mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan. Beberapa kendala dalam
implementasi eProc dapat teratasi dengan adanya komitmen pada seluruh jajaran manajemen
dan pelaksana pengadaan untuk menggunakan eProc sebagai sarana proses pengadaan
barang/jasa di PLN, dan melakukan sosialisasi secara bertahap serta melakukan
penyederhanaan proses pengadaan, memanfaatkan teknologi dan pengembangan
aplikasi yang bersifat fleksibel.
Ruang lingkup eProc PLN dibagi
menjadi 3 (tiga) kebutuhan utama, antara lain : Cataloging Information System,
Supply Chain Management (SCM) System, Portal e-Proc PLN. Pada kebutuhan
Cataloging Information merupakan pemenuhan kebutuhan atas terbentuknya database
katalog material (MDU, sparepart, SCADA, Pembangkit, Bahan Bakar, dll); sharing
informasi dari persediaan, bursa, harga satuan, HPS, daftar pemasok; menyusun
daftar rencana pengadaan material. Pada kebutuhan SCM System merupakan perwujudan
dari pengadaan material melalui bursa antar Unit PLN, pengadaan barang/jasa
melalui e-bidding dan e-auction. Sedangkan sarana portal eProc merupakan usaha
untuk memberikan hosting portal kepada pihak lain yang inign menggunakan jasa
layanan pengadaan barang/jasa, memberikan layanan promosi/iklan melalui portal
eProc, dan menjadi pusat penyedia informasi.
Selama tahun 2005-2008, eProc
mencatat saving sebesar 4,56% terhadap realisasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS),
yakni Rp.249,40 Milyar dan pengehematan sebesar Rp.1,6 Trilyun dari Realisasi
Rencana Anggaran Biaya (RAB) terhadap Total RAB. Sedangkan total pengadaan yang
telah direalisasikan melalui e-Proc selama 4 tahun tersebut adalah sebanyak
3352 pengadaan dari total rencana sebanyak 5071 pengadaan atau 66,1%. Jumlah
realisasi pengadaan yang dilakukan melalui e-Proc terhadap rencana pengadaan
cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2008 dengan rata-rata
pertumbuhan realisasi pengadaan sebesar 63.91% setiap tahunnya. Sedangkan pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 terjadi penpenurunan pertumbuhan sebesar
5,89%. Sedangkan pada tahun 2008, e-Proc berhasil mencatat saving sebesar
Rp.90,80 Milyar atau sebesar 4.91% berdasarkan Perolehan HPS terhadap Realisasi
HPS dan sebesar Rp.457,9 Milyar atau sebesar 8,06% terhadap Realisasi RAB.
Penekanan terhadap HPS tersebut
dapat diraih dengan pelaksanaan e-Auction pada pengadaan melalui pelelangan
umum, seleksi umum, dan lainnya. e-Auction adalah teknik penyampaian penawaran
harga melalui eProc PLN dimana harga yang sudah disampaikan tersebut
dikompetisikan di antara CPBJ selama selang waktu tawar menawar yang
ditentukan. Aplikasi eProc PLN merupakan representasi dari Kepres 080 tahun
2003 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sehingga implementasi
eProc nanti dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi Instansi Pemerintah atau
BUMN lainnya.
"e-PROCUREMEN
PT.PLN (PERSERO) adalah salah satu program yang sangat membantu PLN, untuk
mendukung implementasi
GCG dalam
mewujudkan transparansi, control, keadilan
(fairness),
penghematan biaya dan mempercepat
proses
pengadaan, juga mencegah korupsi dan
pada
gilirannya meningkatkan Citra Perusahaan"
E-Procurement PLN Siap
Menjadi Pusat Layanan Procurement di Indonesia
Dalam perkembangannya, eProc PLN menjadi aplikasi yang mampu
mendukung pelaksanaan perwujudan kinerja yang lebih baik kalangan internal PLN.
Penghematan Realisasi HPS terhadap Total RAB dan Total HPS merupakan salah satu
tolak ukur keberhasilan aplikasi tersebut. Dari sisi publikasi pengadaan di
media cetak, eProc mampu memberikan kontribusi yang baik dengan memberikan
penghematan sebesar Rp.6,6 Milyar per tahun dengan rata-rata pengadaan per
tahun adalah 660 buah dan rata-rata biaya publikasi per pengadaan adalah Rp.10
Juta.
Dengan adanya pertumbuhan user pada tahun 2008, yakni lebih
dari 12000 user eksternal (calon penyedia barang/jasa), dan 4000 diantaranya
yang masih dilakukan verifikasi, terdapat peluang bisnis yang mampu menjadikan
sistem dan aplikasi tersebut sebagai salah satu profit center dari PT. PLN
(Persero). Di antaranya adalah :
· Iklan tetap di portal E-Procurement (corporate advertising
or marketing) dengan prediksi pertumbuhan user adalah 20% per tahun hingga
tahun 2011;
· SMS Mobile untuk penyedia informasi terkait pengumuman
pengadaan, proses pengadaan, hingga penunjukan pemenang;
· Bekerja sama dengan situs pencarian informasi (dengan
jumlah hit 20.000 per hari dengan prediksi pertumbuhan hit adalah 10% per tahun
hingga 2011), serta mewujudkan konsep marketplace.
Portal tersebut juga dapat
di-hosting oleh perusahaan lain yang ingin melakukan pengadaan, tanpa harus
membangun jaringan infrastruktur dan aplikasi terlebih dahulu, hanya dengan
melakukan kerja sama dengan PT.PLN (Persero) dalam menyediakan layanan tersebut
agar mampu mewujudkan efisien pengelolaan pengadaan barang/jasa. Hal tersebut
merupakan modal untuk mengembangkan eProc PLN jadi lebih baik.
Jika aplikasi eProc sudah bisa
menjadi salah satu profit center dari PT.PLN (Persero), maka tidak menutup
(Persero), maka tidak menutup kemungkinan bisa dikembangkan untuk menjadi Unit
Bisnis atau Anak Perusahaan dari PT.PLN (Persero) yang mampu mengelola seluru
proses bisnis e-commerce internal dan beberapa bagian bisnis eksternal.
(Tim
eProc PLN—eP&PNA).
Penerapan E-Procurement di PT ANTAM
(Persero) Tbk
Struktur biaya operasi ANTAM
didominasi oleh material dan biaya layanan. Dengan demikian ada kebutuhan untuk
sinergi dan kerjasama antara ANTAM dan mitranya dan pemasok untuk menyediakan
produk dan jasa yang memenuhi produk ANTAM persyaratan mutu pada saat yang
tepat, di lokasi yang tepat dan dengan biaya serendah mungkin untuk membantu
ANTAM memperoleh salah satu misi perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan
untuk mempertahankan daya saing dalam industri pertambangan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh
ANTAM untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan adalah dengan
meningkatkan manajemen rantai suplai (SCM) melalui penggunaan teknologi
informasi.
Solusi e-procurement dirancang
sebagai alat untuk ANTAM kelompok Supply Chain Management untuk mengelola
pengadaan yang sejalan dengan Keputusan Direktur No. 13.K/92/DAT/2013.
Konsep e-procurement adalah proses
SCM di mana semua proses seperti persetujuan dan verifikasi dilakukan secara
elektronik dan secara otomatis dalam rangka menciptakan sebuah komunikasi yang
transparan antara semua pihak yang terlibat dalam proses SCM (seperti pengguna,
mitra dan pemasok). Diharapkan bahwa implementasi e-procurement akan
menciptakan proses pengadaan barang dan jasa yang adil dan transparan.
PT ANTAM (Persero) Tbk berharap
kerja sama penuh dan dukungan dari semua pemasok barang dan jasa untuk selalu
mengikuti ketentuan lain dan bersaing secara adil dan tidak untuk melakukan
transaksi spekulatif di fasilitas e-procurement.